Berjihad dari Rumah untuk Para Muslimah
Sahabat Ummi, sesungguhnya terlahir sebagai muslimah itu adalah anugerah yang luar biasa. Penghargaan agama Islam terhadap segala aktivitas muslimah di jalan Allah SWT senantiasa dinilai tinggi. Hingga mengurus rumah tangga dengan baik pun dijanjikan pahala yang setara dengan jihad.
Ya, muslimah bisa berjihad dari rumah. Berjihad dari rumah? Bukannya berjihad itu adalah berjuang di medan perang hingga tetesan darah penghabisan? Tidak hanya itu, karena kata Rasulullah SAW berjihad itu bisa juga dari rumah.
Dulu, jika seruan berjihad ini telah datang dari Rasulullah SAW, maka sahabat menyambutnya dengan gembira dengan harapan mendapat pahala syahid di jalan Allah SWT.
Hal ini menimbulkan rasa iri kaum perempuan pada zaman itu. Kenapa tidak? Kaum lelaki dapat saja dengan mudahnya mendapat pahala syahid dengan mengikuti seruan Rasulullah SAW untuk turun berjihad ke medan perang. Bagaimana dengan kaum perempuan? Maka diutuslah oleh mereka rekan mereka yaitu Zainab yang bergelarKhatibatin-nisa’ (wanita yang pintar berpidato) untuk menyampaikan keresahan mereka ini.
“Ya Rasulullah, kaum lelaki kembali dengan membawa pahala perjuangan di jalan Allah, sedangkan kami (perempuan) tidak mempunyai peluang seperti mereka?” Mendengar ini, beliau pun bersabda, “Jangan khawatir, tenanglah! Uruslah rumah tangga kalian masing-masing dengan sungguh-sungguh maka dapat megejar pahala syahid di jalan Allah seperti mereka.”
Setelah memasuki dunia berumah tangga menjadi istri dan ibu, baru saya sadar kenapa mengurus rumah tangga itu diberi nilai pahala sedemikian tingginya. Tidak tanggung-tanggung, pahala yang dijanjikan sama dengan pengorbanan para pejuang yang berperang di jalan Allah. Karena untuk menjadi istri yang shalehah ternyata membutuhkan perjuangan yang tidak main-main. Setuju apa setuju? ;-)
Setelah menjalani kehidupan berumah tangga hampir 16 tahun aku sendiri mengakui, mendirikan rumah tangga ternyata tidaklah seindah kisah kasih dalam cerita novel-novel cinta. Mengurus rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak-anak ternyata bukanlah perkara mudah dan ringan. Berbagai tantangan dan cobaan senantiasa mengganggu. Berbagai macam ujian datang silih berganti. Pekerjaan-pekerjaan rumah yang seolah tidak pernah ada habisnya bukan saja menguras tenaga dan pikiran tapi juga betul-betul menguji kesabaran.
Pantaslah jika pahalanya sama dengan orang yang berjuang di jalan Allah. Menjaga agar rumah senantiasa bersih dan rapi saja amatlah susah. Memelihara diri sendiri untuk selalu menyenangkan bila di pandang suami tercinta pun bukan hal yang mudah. Yang ada malah keinginan untuk selalu mengeluh. Tidak mengherankan jika Fatimah ra konon sering juga mengeluh perihal beratnya mengurus rumah tangga kepada Rasulullah saw.
Kuncinya Bersyukur...
Persoalan ini telah banyak dibahas oleh para ahli di bidangnya. Berbagai macam kiat dan tips-tips sudah diberikan. Mulai dari cara mengelola waktu sampai kepada cara mengelola qalbu. Hal-hal seperti ini memang banyak membantu dalam meningkatkan kecerdasan dan keterampilan seorang istri sholehah.
Tapi yang terpenting dari semua itu menurutku adalah kecerdasan mensyukuri nikmat. Hal ini kelihatannya sepele sekali, tapi justru inilah yang sering dilupakan orang. Menurutku suatu pilihan yang cerdas dalam menyikapi setiap keadaan adalah bersyukur.
Bahwa kita direpotkan oleh urusan anak-anak adalah suatu kesyukuran. Karena ternyata kita termasuk orang-orang yang terpilih diamanahi tanggung-jawab ini di antara sekian banyak ’pasutri’ yang belum diberikan buah hati.
Bahwa anak-anak kita masih bisa bertengkar, kejar-kejaran dan membuat seisi rumah seperti ’kapal pecah’ pun patut kita syukuri. Karena itu pertanda mereka sehat wal afiat, ketimbang diam saja sepanjang hari karena sakit. Bahkan ketika kita tidak sempat atau belum mengecap kehidupan rumah-tangga pun tentunya masih banyak hal yang patut kita syukuri. Namun sekali lagi, tidak banyak orang yang memiliki kecerdasan ini. Kecenderungan untuk berkeluh-kesah yang justru lebih banyak terjadi.
Dalam Al-Qur’an sudah disebutkan bahwa La in syakartum la aziidannakum, jika kalian bersyukur, maka aku akan menambah nikmatmu. Jelas dari konteks ayat tersebut, bahwa bersyukur itu adalah pembuka bagi nikmat-nikmat yang lain.
Dengan bersyukur akan melapangkan dada dan meringankan pekerjaan. Dengan bersyukur juga menurutku membuat orang sabar dan bisa menerima serta menjalani peran yang diberikan oleh Allah swt dalam pentas kehidupan ini.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
-Andi Sri Suriati Amal, 2013, Role Juggling: Perempuan sebagai Muslimah, Ibu dan Istri. GPU, Jakarta.
Foto ilustrasi: google
Profil Penulis:
Andi Sri Suriati Amal, biasa dipanggil Inci, lahir di Bone, 2 April 1973. Sementara ini berdomisili di Kuala Lumpur, Malaysia. Buku solonya berjudul Role Juggling, Perempuan Sebagai Muslimah, Ibu dan Istri diterbitkan oleh Gramedia tahu 2013 Ibu empat anak ini dapat dihubungi dihttp://inci73.wordpress.com atau lewat facebook-nya (Andi Sri Suriati Amal). Dan kini bergabung di Komunitas Ummi Menulis.
Ya, muslimah bisa berjihad dari rumah. Berjihad dari rumah? Bukannya berjihad itu adalah berjuang di medan perang hingga tetesan darah penghabisan? Tidak hanya itu, karena kata Rasulullah SAW berjihad itu bisa juga dari rumah.
Dulu, jika seruan berjihad ini telah datang dari Rasulullah SAW, maka sahabat menyambutnya dengan gembira dengan harapan mendapat pahala syahid di jalan Allah SWT.
Hal ini menimbulkan rasa iri kaum perempuan pada zaman itu. Kenapa tidak? Kaum lelaki dapat saja dengan mudahnya mendapat pahala syahid dengan mengikuti seruan Rasulullah SAW untuk turun berjihad ke medan perang. Bagaimana dengan kaum perempuan? Maka diutuslah oleh mereka rekan mereka yaitu Zainab yang bergelarKhatibatin-nisa’ (wanita yang pintar berpidato) untuk menyampaikan keresahan mereka ini.
“Ya Rasulullah, kaum lelaki kembali dengan membawa pahala perjuangan di jalan Allah, sedangkan kami (perempuan) tidak mempunyai peluang seperti mereka?” Mendengar ini, beliau pun bersabda, “Jangan khawatir, tenanglah! Uruslah rumah tangga kalian masing-masing dengan sungguh-sungguh maka dapat megejar pahala syahid di jalan Allah seperti mereka.”
Setelah memasuki dunia berumah tangga menjadi istri dan ibu, baru saya sadar kenapa mengurus rumah tangga itu diberi nilai pahala sedemikian tingginya. Tidak tanggung-tanggung, pahala yang dijanjikan sama dengan pengorbanan para pejuang yang berperang di jalan Allah. Karena untuk menjadi istri yang shalehah ternyata membutuhkan perjuangan yang tidak main-main. Setuju apa setuju? ;-)
Setelah menjalani kehidupan berumah tangga hampir 16 tahun aku sendiri mengakui, mendirikan rumah tangga ternyata tidaklah seindah kisah kasih dalam cerita novel-novel cinta. Mengurus rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak-anak ternyata bukanlah perkara mudah dan ringan. Berbagai tantangan dan cobaan senantiasa mengganggu. Berbagai macam ujian datang silih berganti. Pekerjaan-pekerjaan rumah yang seolah tidak pernah ada habisnya bukan saja menguras tenaga dan pikiran tapi juga betul-betul menguji kesabaran.
Pantaslah jika pahalanya sama dengan orang yang berjuang di jalan Allah. Menjaga agar rumah senantiasa bersih dan rapi saja amatlah susah. Memelihara diri sendiri untuk selalu menyenangkan bila di pandang suami tercinta pun bukan hal yang mudah. Yang ada malah keinginan untuk selalu mengeluh. Tidak mengherankan jika Fatimah ra konon sering juga mengeluh perihal beratnya mengurus rumah tangga kepada Rasulullah saw.
Kuncinya Bersyukur...
Persoalan ini telah banyak dibahas oleh para ahli di bidangnya. Berbagai macam kiat dan tips-tips sudah diberikan. Mulai dari cara mengelola waktu sampai kepada cara mengelola qalbu. Hal-hal seperti ini memang banyak membantu dalam meningkatkan kecerdasan dan keterampilan seorang istri sholehah.
Tapi yang terpenting dari semua itu menurutku adalah kecerdasan mensyukuri nikmat. Hal ini kelihatannya sepele sekali, tapi justru inilah yang sering dilupakan orang. Menurutku suatu pilihan yang cerdas dalam menyikapi setiap keadaan adalah bersyukur.
Bahwa kita direpotkan oleh urusan anak-anak adalah suatu kesyukuran. Karena ternyata kita termasuk orang-orang yang terpilih diamanahi tanggung-jawab ini di antara sekian banyak ’pasutri’ yang belum diberikan buah hati.
Bahwa anak-anak kita masih bisa bertengkar, kejar-kejaran dan membuat seisi rumah seperti ’kapal pecah’ pun patut kita syukuri. Karena itu pertanda mereka sehat wal afiat, ketimbang diam saja sepanjang hari karena sakit. Bahkan ketika kita tidak sempat atau belum mengecap kehidupan rumah-tangga pun tentunya masih banyak hal yang patut kita syukuri. Namun sekali lagi, tidak banyak orang yang memiliki kecerdasan ini. Kecenderungan untuk berkeluh-kesah yang justru lebih banyak terjadi.
Dalam Al-Qur’an sudah disebutkan bahwa La in syakartum la aziidannakum, jika kalian bersyukur, maka aku akan menambah nikmatmu. Jelas dari konteks ayat tersebut, bahwa bersyukur itu adalah pembuka bagi nikmat-nikmat yang lain.
Dengan bersyukur akan melapangkan dada dan meringankan pekerjaan. Dengan bersyukur juga menurutku membuat orang sabar dan bisa menerima serta menjalani peran yang diberikan oleh Allah swt dalam pentas kehidupan ini.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
-Andi Sri Suriati Amal, 2013, Role Juggling: Perempuan sebagai Muslimah, Ibu dan Istri. GPU, Jakarta.
Foto ilustrasi: google
Profil Penulis:
Andi Sri Suriati Amal, biasa dipanggil Inci, lahir di Bone, 2 April 1973. Sementara ini berdomisili di Kuala Lumpur, Malaysia. Buku solonya berjudul Role Juggling, Perempuan Sebagai Muslimah, Ibu dan Istri diterbitkan oleh Gramedia tahu 2013 Ibu empat anak ini dapat dihubungi dihttp://inci73.wordpress.com atau lewat facebook-nya (Andi Sri Suriati Amal). Dan kini bergabung di Komunitas Ummi Menulis.
Artikel ini bermanfaat berbagi dengan sahabat Anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar