Suasana kampus jumat siang itu ramai orang berlalu lalang, beberapa laki-laki terlihat bergegas menuju masjid kampus seberang lahan parkir, terdengar suara muadzin mengumandangkan adzan dhuhur, ku mulai masuki pelataran parkir, pandanganku jauh ke depan mencari kemungkinan masih ada lahan parkir yang tersisa untuk motorku … penjaga parkir seolah mengerti dengan sigap ia menunjukkan lahan yang masih kosong dan terlihat memang diantara deretan motor tersisa sedikit lahan yang kurasa cukup untuk motorku menyelip diantara himpitan motor-motor itu, ku tarik gas perlahan namun pasti menyusuri diantara deret parkiran.. beberapa saat kemudian motorku sudah berada diantara deretan panjang capung-capung bermesin itu…
“Alhamdulillah … “ gumamku, setelah lelah berkendara selama hampir satu jam berada di jalan raya berderu dengan ribuan pengendara di tengah teriknya matahari siang itu, cukup membuat ku lelah dan kepanasan, terasa tetesan keringat membasahi punggungku dan membasahi baju bagian belakangku. Segera ku matikan mesin motorku lalu kubuka helm dan menggantungnya di bagian dalam bagasi, bagian penting yang harus selalu kuingat setelah itu “cabut kuncinya, Tha! “ … gumamku … sengaja aku selalu menggumamkan bagian yang satu itu, maklum pelupa …
Hari ini memang jadwal kuliahku agak longgar masuk kelas setelah jam sholat jum’at selesai, kulihat jam ditangan menunjukkan pukul 12 siang … masih ada waktu sekira satu setengah jam kedepan … cukup untuk mengistirahatkan badanku yang berkeringat kepanasan. Dengan gontai kulangkahkan kaki menuju lorong kampus, kulihat salah satu teman sekelasku sedang asyik membaca buku, kuhampiri ia lalu duduk disebelahnya..
“Hai Da.. asyik bener! pa kabar ?” sapaku.
“Eh Tha ,,, kabar baik … iya nii hari ini giliranku presentasi tapi sayangnya aku belom siapin apa-apa, semaleman aku ga bisa tidur anakku sakit” lanjut Aida, “bentar ya Tha.. aku baca-baca dulu biar presentasiku ga amburadul”… sambung Aida seolah memintaku untuk tak mengajaknya ngobrol …
“owh ..okeh ,,,,” sahutku
Ku duduk tak jauh dari Aida dan ku sandarkan punggung yang terasa lelah di tiang shelter itu sambil kusilangkan kaki sejenak sekedar meregangkan otot-otot kaki yang terasa kaku selama perjalanan menuju kampus, kurogoh saku tas dan mengambil
smartphone …. Mulai kubuka aplikasi sosmed dan mulai
scroll upkeypadnya guna mencari sesuatu yang mampu membuatku tertarik namun… hmmm rasanya tidak ada yang menarik … lalu ku buka aplikasi chating dan kubuka
recent update nya … rasanya tak ada yang menarik juga, hanya berisi tentang keluhan teman-teman kontakku tentang cuaca hari ini yang panas nya poll, owh ternyata sama sepertiku .. panas, gerah dan
piuh cape!
Tapi haruskah aku mengeluhkan dan menuliskannya juga di statusku..seperti yang lain? …. aaah rasanya terlalu lebay dan bukan gayaku jika harus selalu
update status tentang apa yang kurasakan, apalagi mengeluhkan cuaca .. kayaknya bukan aku banget. Ku beralih membuka sosmed satu ke sosmed yang lain,
spending time sambil menunggu para lelaki itu selesai sholat jumat .. kulihat jam menunjukkan pukul 12.40 tak terasa 40 menit sudah aku duduk berdampingan dengan Aida dengan kesibukkan masing-masing.
Sesaat kemudian terdengar riuh suara bercakap-cakap di belakangku … ku arahkan pandangan ke arah belakang dan … “owh ternyata sudah selesai yang jumatannya .. Da” ujarku, mengingatkan Aida..
“Owh Iya .. Tha , Yuk kita ke kelas “ .. sahut Aida
Segera kumasukkan
Smartphoneku ke dalam tas, dan kulihat Aida pun sibuk membereskan buku dan barang bawaannya…
Kami berjalan berdampingan, Aida mulai membuka obrolan ..
“Gimana anakmu Tha,, sudah sebesar apa dia?
“Anakku yang kecil sudah duduk di kelas 2 Tha, padahal umurnya masih tujuh tahun.. seumuran anakmu kalo ga salah.. ya kan? “ ujarku “Anakmu masih di kelas 1 kan Da, sakit apa dia?... tambahku
“Iya,, dia masih kelas satu, semalem demam tinggi, entah mungkin kemarin hujan-hujanan sebelum aku pulang … jadinya hari ini dia nggak sekolah“ … sambung Aida dengan wajah agak murung.
“Mungkin masuk angin,, Da.. “ lanjutku
“Iya Tha..mungkin” … jawab Aida datar
“Pasti anakmu pinter Tha … kliatan emaknya juga pinter..” sambung Aida sambil senyum hambar, terlihat memikirkan sesuatu.
“Ah bisa aja ni … Aamiin … “ balasku
Tidak banyak kata yang aku lontarkan, aku mengerti pikiran Aida sedang berkecamuk entah memikirkan apa…Tak terasa langkah kami terhenti di depan pintu masuk kelas yang masih tertutup rapi, sepertinya masih terkunci, namun sayup-sayup terdengar beberapa orang berbincang di dalam sana.
“Masih dikunci ya Tha? “ Tanya Aida
“ah kayaknya nggak,, soalnya kedengeran ada yang ngobrol di dalem”… sahutku sambil segera menghampiri pintu dan membukanya … ternyata benar, beberapa teman perempuan disana yang sedang ngobrol dan agak terperanjat melihat kedatangan kami.
“Assalamualaikum … “ sapa ku
“Waalaikum salam,,, “ jawab mereka
“Eh Metha sama bu Aida … “ sahut teman-temanku,
Tak terasa perbincangan menghangat ke arah rencana studi banding ke negeri merlion itu, yang akan dilaksanakan bulan depan. Banyak dari anggota kelas keberatan karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, belum lagi harus meninggalkan pekerjaan di hari efektif kerja dan keluarga selama beberapa hari. Terus terang akupun sangat bingung dengan beberapa hal yang mengganjal seperti yang teman-temanku ungkapkan tadi, ditambah lagi keadaan rumah tanggaku yang sedang tidak harmonis, enggan rasanya mengutarakan hal ini padanya jika pun aku mau pastinya sudah tertebak apa yang akan suamiku lakukan.
Yah! Sekedar support menjadi ojeg yang akan ia perhitungkan jasanya di kemudian hari mungkin mampu ia lakukan, tapi jangan tanya jika bentuk support dalam hal keuangan mau ia sanggupi. Pertimbangan lain jika aku turut dalam
study touritu terutama masalah pengasuhan anak, sudah tergambar dalam benakku jangankan beberapa hari, setengah hari saja ia kutinggalkan bersama anak-anak dapat kupastikan
handphoneku akan terus-terusan berdering.
“Aahhh dia !! … dia yang selalu tak memberiku support bahkan mungkin untuk support doa sekalipun .. entahlah!!” pikiran burukku melayang sejenak teringat dia yang menjadi pendampingku tahun- tahun terakhir,
Helaan nafas panjangku tertahan di dada kala ingat dia … “huft”… rasanya berat sekali jika mengingatnya..
“Aaah … “ segera kutepiskan ia dari benakku, lamunanku terhenyak sesaat kala beberapa temanku yang lain satu persatu memasuki ruangan kelas dan mengisi kursi di setiap sudut ruangan. Sesaat kemudian kelas menjadi riuh rendah memperbincangkan rencana
study tourbulan depan..” rupanya
trending topicperkuliahan hari ini mengenai
study tour itu!”, seruku dalam hati.
Enggan terlibat dalam perbincangan mereka yang tak berujung, segera ku hampiri temanku yang lain untuk meminjam rukuh, untuk segera menunaikan kebutuhanku atas yang Maha Kuasa. Langkah kakiku menuju pelataran masjid itu namun tetap saja pikiranku tak
focus, keinginan hati tak mengingat perlakuan dia terhadapku namun tetap saja teringat sikap acuh tak peduli yang dia tunjukkan saat kuutarakan rincian biaya
study tour dan menyodorkan leaflet perjalanannya
Seperti sebelum-sebelumnya selalu seperti itu, semua hal yang berkaitan dengan kepentinganku dan anak-anak ia takkan pernah bergeming tuk peduli, apalagi ini harus mengeluarkan biaya lumayan banyak yang dipikirnya hanya untuk kepentinganku bersenang-senang, Oh tidak !!! pastinya ia akan sangat menentang, menolak mentah-mentah. Dan selanjutnya dapat kupastikan bagaimana kerasnya usahaku untuk membujuknya tetap takkan berhasil dan merubah apapun.
Aku terlalu menyimpan harapan tinggi tentang dia untuk memperlakukanku selayaknya istri-istri lainnya mendapatkan perhatian, pengertian dan kasih sayang dari suami apapun bentuknya namun selalu saja harapanku pupus begitu saja. Kucuran air keran mulai kubasuhkan di kaki kiriku, selesai sudah rukun wudlu yang terakhir dan rasanya cukup menenangkan hati dikala pikiranku berkecamuk seperti saat ini. Kumasuki pelataran masjid dan mulai kupakai rukuh itu dan ku fokuskan hati dan pikiranku hanya untuk yang Maha Kuasa.
Kususuri pelataran masjid itu mencari sepasang sepatu yang tadi kusimpan di teras tangga . “yupz..” segera kuhampiri sepasang
heels coklat yang tersembul di antara sepatu-sepatu yang lain dan segera kupakai sepatu itu tanpa bantuan tangankupun sesaat kemudian sepatu ber
heelssedang itu berada pas di kakiku. Kuketuk pintu tak berharap orang kan membukakan, kudorong perlahan dengan sedikit tenaga berusaha agar suaranya tak mengganggu orang yang berada di dalam, begitu terbuka pintu itu diiringi tatapan penasaran beberapa teman memandang ke arahku namun segera mengabaikan.
Hhmm… rupanya sang dosen sudah mulai berceloteh di depan ruang kelas sana, pandanganku menyusuri semua kursi yang sudah terisi penuh, sejurus kemudian pandanganku tertuju pada satu kursi kosong yang berjajar rapi di barisan ketiga dari depan yang ditandai dengan keberadaan tasku di kolong kursi itu, bergegas kuhampiri kursi itu dan mendudukinya senyaman mungkin,
“ Alhamdulillah” sekali lagi ku ucapkan penuh syukur diberikan nikmat sehat hingga aku bisa berada di kelas ini lagi, berada satu kelas dengan orang-orang yang tak sedikitpun aku bayangkan sebelumnya, berbeda karakter, berbeda latar belakang dengan berbeda profesi pula, hingga aku bisa mengambil beberapa ilmu dari mereka. Tidak semua orang dapat diberikan kesempatan sepertiku melanjutkan kesarjanaanku yang telah ku tempuh sebelumnya.
Waktu menunjukkan pukul lima sore, sesi tanya jawab materi yang dipresentasikan Aida sore itu menjadi penutup pertemuanku dengan teman-teman di kelas, ingin segera bergegas pulang, khawatir akan turun hujan sekaligus meninggalkan anak-anak terlalu lama.
“Pengumuman! ” tiba-tiba terdengar suara laki-laki sedikit agak berteriak, meminta perhatian rekan-rekannya di kelas…
Segera kupalingkan pandanganku ke arah sumber suara, setelah sebelumnya sibuk membereskan buku-buku yang ku bawa ke dalam tas.. “Owh Pak Aris” gumamku … lalu sang ketua kelas mulai melanjutkan pembicaraannya .
“mohon perhatiannya rekan-rekan semua, setelah melalui berbagai pertimbangan yang agak ketat,
studi tour ke Singapore yang akan dilaksanakan bulan depan DI BA TAL KAN…diganti dengan
study tour yang ada di dalam kota saja, namun tempat dan tujuannya belum ditentukan, bagaimana kalau kita tentukan tempatnya bersama-sama lalu melaporkannya ke dosen pembimbing“
“yeaaaahhhh … “ sorak sorai terdengar begitu bersemangat, seperti anak TK begitu riangnya mendapatkan hadiah balon… rupanya ini keputusan yang adil buat mereka dimana banyak pertimbangan dan kepentingan yang lebih penting dibandingkan dengan
Study tour yang ‘mahal’ itu. Senyum simpulku dan Aida tatkala tatapan kami bertemu pertanda setuju kala rencana itu dibatalkan. Terdengar kembali suara dari bapak berperawakkan kecil namun lincah itu melanjutkan pengumumannya,
“Baik … rekan-rekan minta waktu setengah jam dari sekarang untuk urun rembug, sekolah dan kota mana yang akan kita tuju untuk mengadakan study banding yang akan kita laksanakan sekaligus kita pikirkan biaya dan kebutuhan lainnya … “ lanjut ketua kelas itu
“Selanjutnya ada beberapa masukkan nama sekolah dan kota yang akan dikunjungi sekaligus dengan
cost yang harus dikeluarkan setiap orang …” terdengar sayup-sayup suara Pak Aris mulai menjauh seiring langkah kakiku meninggalkan kelas lebih dulu dari teman-temanku, kupikir rencana studi banding itu bisa aku ketahui esok hari, karena besok masih bertemu dengan rekan-rekan lagi dan pastinya akan ada suara pemberitahuan lebih lanjut.
Ku bergegas pulang, kulihat awan mulai menggelayut mendung angin bersemilir tak lagi sejuk namun mulai menusuk lapisan kain baju yang kupakai sore itu, segera ku pakai jaket guna melindungi sedikit badanku dari hembusan angin yang mulai kurang bersahabat. Perut terasa mulai keroncongan, baru kuingat dari tadi siang perutku belum diisi apa-apa, rasa khawatir kurasakan untuk kedua anakku ..
“mereka makan apa ya?...aku saja jam segini tidak sempat makan, apalagi anak-anak “ pikirku pendek.
Kalau saja ayahnya mau berbagi tugas denganku, tentunya aku tak se-khawatir ini terhadap mereka …. “huft … “ lagi helaan nafas yang tertahan terasa menyesakkan dada, ada sesuatu yang meleleh menyusuri tulang pipi namun segera kuseka. Ternyata cinta itu tak seindah kata-kata yang berseliweran di sosial media itu.
Hujan deras mulai turun saat mulai mendekati rumah, kulihat anak-anak membuka kan pintu gerbang dengan riang menyambutku… meskipun
feeling guilty tak sempat membeli makanan untuk mereka, namun kuberusaha menyenangkan mereka dengan menanyakan kabar mereka. Selepas sholat maghrib ku mengajak mereka makan di kaki lima depan jalan raya sektar 50 Meter dari rumah, dengan lahapnya mereka menyantap sajian pecel lele yang masih panas itu. Sesekali tangan si sulung kepanasan karena mencubit bagian ikan itu.
“Dimana dia?... selalu tidak ada kala kami membutuhkannya .. “ gumamku dalam hati.
Ia lebih tertarik dengan kehidupan orang lain daripada kehidupan keluarga kecilnya, selalu aku yang salah jika ia memperlakukanku dan anak-anak dengan buruk … rasanya sudah jengah ku menjalani ini semua.
Pagi menjelang, kehidupan pagiku tak pernah semerekah mentari pagi yang selalu ceria menyinari setiap makhluk tanpa tebang pilih … selalu dengan masalah yang sama, himpitan dua motor menghalangi pintu masuk utama keluar masuk rumah, hingga cukup menyulitkanku jika saat ku buru-buru mengantarkan anak-anak sekolah namun ia tak pernah peka akan hal itu, aku tak mau di kemudian hari ia menyalahkanku atas keterlambatannya masuk kerja hanya karena kesalahanku jika sesekali aku meminta ia yang mengantarkan anak-anak ke sekolah, Tumpukan beberapa piring kotor yang tak sempat kucuci selalu menjadi masalah besar jika ia yang harus mencucinya.
“haaahhh! sampai kapan ini berlangsung Tuhan, aku jengah menjalani ini semua sendirian ….” selalu mencari masalah dan selalu dengan problem dan kebiasaan yang sama.
Dada berdegup kencang, mendadak gugup, mata mendadak lincah memperhatikan barang-barang seisi rumah barangkali ada yang tercecer tidak pada tempatnya, salah tingkah entah apa yang harus di siapkan lebih dulu, nafas terasa pendek, tangan berkeringat dan hal itu sesuatu yang harus kulewati setiap kali ia akan pulang. Jika ia dapatiku rebahan ku harus siap dengan suara alat-alat dapur yang begitu memekakan telinga, tak pecah memang namun sepertinya sengaja ia lakukan agar aku tak berleha-leha … “duh suamiku lembut benar engkau mendidikku…”. Jika kuingat lagi tak terasa hal itu sudah berlangsung hingga si sulung akan mendapatkan ijasah pertamanya.
Hari itu hari yang ditentukan untuk acara studi banding ke salah satu Sekolah Menengah Atas di daerah Purwakarta, dengan biaya yang relatif terjangkau masih bisa aku bayar dari gajiku yang kusisihkan demi kelancaran studiku, jadwal keberangkatan sudah ditentukan pukul 8 tepat kami sudah harus berkumpul di halaman kampus, sebelum pukul 7 kuharus sudah menyiapkan segalanya, menyiapkan segala keperluannya termasuk mengantar anak-anak sekolah, di lanjut bertemu dengan teman di kampus untuk acara studi banding itu.
Deru capung bermesinku segera menghantarkan aku dan anak-anak menuju sekolah, jalanan terasa ramai sekali … sesekali kulihat jam di tangan menunjukkan pukul 06.45,
“ah … masih tersisa satu jam lebih .. “ gumamku dalam hati. Pikirku masih keburu menuju kampus jika aku meminta suami mengantarku. Sepuluh menit kemudian sudah kembali ke rumah, dan dia masih dengan posisinya saat aku tinggalkan, duduk di sofa bercelana pendek katung masih belum berganti celana, masih sama dengan yang ia pakai semalam ditemani kopinya yang tinggal setengah gelas, masih dengan asyik memainkan
game favoritnya. Aku mulai menyapanya …
“Assalamualaikum,,, Pah bisa antar aku ke kampus sekarang?... aku harus ada di kampus jam 8, tapi nanti dipersimpangan jalan itu mampir dulu ke tukang foto copy ya?... kalo aku bawa kendaraan sendiri takutnya pulang kemaleman dan kampus sudah tutup… anak-anak sudah aku titipkan sama Ibu … semua makanannya sudah aku siapkan ada di atas meja … kalo Papah sempat nanti pulang bisa jemput aku ya?“ cerocos ku tak berhenti sampai semua yang harus aku katakan tersampaikan.
“hhhmmm …” jawabnya.
“Tapi Pah … boleh nggak aku pinjam uangmu untuk bekalku, takut nanti ada keperluan mendadak… “ lanjutku memberanikan diri sekaligus menguji rasa empatinya.
“Ga ada … ada juga masih di ATM!!” serunya dengan ketus.
“Oh kalo gituuuuu … boleh aku pinjam ATM nya?... kalo tidak ada keperluan nggak bakalan aku pake ko Pah“ tanyaku ragu.
Matanya terbelalak lebar, seolah tak percaya aku berani meminjam barangnya yang sangat pribadi itu.
“Boleh nggak Pah … ? “ Rajukku. seraya tanganku meraih tas yang berisi makalah yang harus ku foto copy.
Segera ia beranjak dari sofa, meraih celana panjang yang menggantung di kapstok belakang pintu kamar lanjut memakai jaket dan helmnya. Dengan mengabaikan pertanyaanku, ia nyalakan motor, segera ku mengikutinya dari belakang dan duduk di jok persis di belakangnya. Gas ia tarik kencang sekitar 40-50 Km/jam.. segera ku eratkan peganganku ke pinggangnya tatkala motor itu berada diantara truk angkut dan tronton.
“Astaghfirulloh ,,, “ gumamku agak sedikit berteriak, adrenalinku terpacu serta merta pucat pasi tatkala ujung lututku hampir mengenai salah satu sudut ban belakang truk itu jika saja tak segera ku tarik mundur entah apa yang akan terjadi. Sepanjang perjalanan kami terdiam membisu, aku terlalu malas untuk menegurnya karena aku tahu pasti ia akan membentakku jika aku mulai protes dengan caranya berkendara. Entah apa yang ia pikirkan tak satupun kata terucap darinya sampai tiba di persimpangan jalan raya itu … segera ku memintanya untuk berhenti tepat di toko Foto copy itu dan .. sekali lagi ku meminta ATM nya dengan nada lirih.
“Pah .. boleh ku pinjam ATM nya ?... takut uangku kurang ..” tukasku .
Ia merogoh saku celana belakang, mengeluarkan dompet dan menarik kartu yang terselip diantara banyak kartu itu, daaaan ..
“Prak … !!!“ ia lemparkan kartu ATM itu tepat di atas etalase toko foto copy itu …
Aku terdiam terhenyak sesaat tak menyangka perlakuannya akan seperti itu .. kulirik sang pemilik toko melihatnya terheran-heran, namun segera ku alihkan dengan memintanya untuk memfoto copy makalahku dan segera mengeluarkan makalahku dari tas. Hati berkecamuk tak karuan, jika saja ada cermin di hadapanku tentunya wajahku terlihat memerah menanggung malu. Kulihat ia memutar balik motornya kembali ke arah jalan menuju pulang, ia tarik gasnya kencang, matanya mendelik melotot ke arahku seraya memonyongkan mulutnya komat kamit entah apa yang ia katakan terlihat sangat marah sekali.
Ku iringi kepergiannya sampai ia benar-benar menghilang dari tatapanku terhalang lalu lalang kendaraan yang mulai padat ramai. Ku ulurkan tangan meraih kartu yang dilempar tadi, ku buka dompet dan ku selipkan kartu ATM nya di antara kartu-kartuku yang lain, tak sengaja kulirik uang gajiku campuran lembaran berwarna merah dan biru itu yang tersisa masih sekitar 20 lembar an.
“Pah.. Aku hanya mengujimu sejauh mana kamu mengerti dan merhatiin aku,, padahal aku tidak membutuhkan uangmu Pah … “ gumamku dalam hati, dadaku terasa sesak sepertinya ada sesuatu yang ingin keluar di sudut mataku namun segera ku tahan.
Ku lihat jam di dinding toko itu menunjukkan pukul 7.20.
“Keburu nggak ya?!” gumamku,
“Bang, titip ya … besok pagi saya ambil” ujarku
Tak menunggu jawaban, segera ku bergegas meninggalkan toko itu memperhitungkan waktu yang tersisa menuju kampus dengan menggunakan kendaraan umum. Berhimpitan di antara para
hard worker menuju tempat kerja, berbagai parfum murah membaur menjadi satu dengan bau kopling, duduk dengan beradu lutut dengan penumpang lain terasa sangat sempit, sesempit perasaanku saat itu yang berkecamuk tak menentu, berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan para penumpang itu meski rasanya dada ini sesak dan tak terasa sudut mataku meleleh menumpahkan titikan air yang tak terbendung, namun segera ku seka.
“Ya Allah … aku hanya mengujinya sampai sejauh mana ia perhatian terhadapku tapi ternyata aku begitu naif mengharapkannya sesuai dengan anganku” ratapku pedih.
Dua bis terlihat sudah siap diisi penumpang, namun sepertinya kulihat masih belum ada kehidupan di dalam bis sana,
“aaah tenaaang, ternyata belum terlambat jamnya ngaret! biasa orang Indonesia.” pikirku, kulirik waktu sudah menunjukkan pukul 08.15.
Tepat pukul 09.00 bis mulai bergerak menuju jalan tol terdekat, beberapa temanku mulai sibuk memilih lagu untuk berkaraoke menyanyikan tembang-tembang lawas yang tak ku kenal sama sekali, mungkin aku bukan di era yang sama dengan mereka. Aku lebih tertarik melihat rentetan kendaraan yang berbaris rapi di luar jendela sana, rupanya mereka terjebak dengan rombongan mobil-mobil kampanye pemilihan parpol-parpol berbendera warna warni itu …
Sepanjang perjalanan ku lihat layar handphoneku, tak juga berbunyi ataupun bergetar berharap ada yang menelpon ataupun SMS sekedar memberikan PIN untuk ATM itu, tapi aku tahu pasti ia takkan memberikannya, namun ternyata dugaanku salah setelah tiga jam persis menuju gerbang keluar tol Cikamuning, tiba-tiba handphoneku bergetar dan berbunyi lalu segera kubuka.
“XXXXXX … Pin nya” bunyi sms itu berisi enam digit deretan angka yang tak ku kenal, bukan tanggal lahirnya, bukan juga tanggal lahir dari anak-anakku, apalagi tanggal lahirku yang biasanya dipakai untuk Pin, memaksaku untuk mengernyitkan dahi namun kupikir rasanya tak perlu lelah tuk mengingatnya …. toh aku tak memerlukannya. Aku hanya menghabiskan rasa penasaranku apakah dia mau memberikan Pin nya.
Kembali ku masukkan handphoneku dalam tas, dan mendengarkan teman-temanku berkaraoke. Anganku tetap melayang diantara riuhnya musik menggema mengisi ruang bis itu, tiba-tiba salah satu temanku meminta untuk menghubungi teman yang sudah lebih dulu berada di lokasi untuk diminta menunjukkan lokasi karena pengemudi bis tidak tahu arah tempat yang akan dituju.
“Tha .. bis hubungi Nita disana, kasih tahu kita sudah berada di gerbang tol keluar…” seru Pak Darwis
“Baik Pak,,, “ ungkapku.
Segera kuhubungi Anita, setelah terhubung dengannya aku tak mengerti arah yang Anita berikan, segera kuberikan handphoneku pada sopir bis yang tak jauh dari tempatku duduk. Beberapa saat kemudian bis meluncur tak lama dari pintu tol keluar, tiba lah di tempat yang dituju. Setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam cukup melelahkan bagiku dengan suasana hati yang tak seceria teman-temanku yang lain.
Berdialog, berkunjung dari satu ruangan ke ruangan lain diakhiri dengan sesi foto bersama selesai juga kunjungan studi banding tepat dua jam setelah adzan dhuhur, dilanjutkan dengan mencari kedai makan untuk mengisi perutku dan teman-teman yang mulai keroncongan. Acara karaokean dan makan malam di lembang merupakan akhir kebersamaan hari itu. Hingga tiba waktunya untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju kampus kembali.
Pukul 22.00 ku sudah kembali berpindah kendaraan bersama suamiku siap menuju rumah, Perjalanan kampus menuju rumah cukup setengah jam saja kami lalui, jalanan sudah mulai sepi meski ada beberapa kendaraan lain masih berlalu lalang, lelah sekali hari itu tak sabar ku ingin segera melihat anak-anakku meskipun kudapati mereka sudah tertidur lelap.
Apa kabar mereka? Makan apa saja mereka hari ini? …. Gumamku dalam hati kembali mempertanyakan, namun tak berani mengungkapkannya pada suamiku.
“Pasti senang-senang ya?... “ dengan nada seolah menuduh.
“Ah biasa aja .. “ jawabku
Selanjutnya kami diam membisu, hingga kendaraannya berhenti depan rumah dan segera ku membuka pintu utama yang tak terkunci. Kutanggalkan semua yang ku pakai setelah seharian berada di kota berwaduk jatiluhur itu terasa lengket dengan kulit yang berkeringat … segera ku masuki kamar anak-anak sekedar melihat mereka meskipun benar dugaanku mereka sudah tertidur pulas, lanjut ku berganti baju tidur dan bersiap menuju peraduan, namun kuteringat ATM itu harus kukembalikan terlebih dahulu sebelum aku tidur.
Ku rogoh saku tasku, kudapati dompet berlogo P kecil itu, mulai kubuka dan segera ku ambil ATM miliknya dan ..
“Ni Pah … ATMnya …. tak ku pakai sama sekali “ terangku
“Owh ya… “ jawabnya dengan semangat diiringi senyum mengembang lebar, matanya berbinar bahagia, tangannya dengan tangkas mengambil kartu itu lanjut memeluk dan mencium keningku. Sangat berbeda sekali dengan perlakuannya tadi pagi saat di toko foto copy itu.
“Kamu istri sholehah … “ lanjutnya … seraya mengajakku ke tempat tidur, dan ……
Seolah ia berkata “Kuberi hadiah sebagai rasa terima kasih karena tak memakai ATM-ku”.
Ternyata baru ku tahu persepsi “istri sholehah” untuknya yaitu istri yang tak memakai ATM nya!.
Foto ilustrasi: google
Profil Penulis :
Lia Kurniawati, S. Ikom.
Praktisi pendidikan guru dan dosen di Politeknik Kridatama Program Studi Radio Televisi Programer (RTP), sedang menempuh pendidikan Strata-2 Magister Manajemen Pendidikan di UNINUS Bandung.
Twitter : @kurniawati78
Fb: Lia Kurniawati
Artikel ini bermanfaat berbagi dengan sahabat Anda